TAWASSUL, PENGERTIAN DAN PEMBAGIAN

Senin, 31 Mei 20100 comments

Pengertian tawassul:

Tawassul sendiri berarti mendekatkan diri kepada Allah atau berdo’a kepada Allah dengan mempergunakan wasilah, atau mendekatkan diri dengan bantuan perantara.

Tawassul adalah berdoa kepada Allah SWT melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah SWT. Jadi tawassul merupakan pintu dan perantara doa untuk menuju Allah SWT. Tawassul merupakan salah satu cara dalam
berdoa.

Pernyataan demikan dapat dilihat dalam surat Al-Maidah ayat 35, Allah berfirman

يَااَيُّهَااَّلذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوااللهَ وَابْتَغُوْا إِلَيْهِ اْلوَسِيْلَةَ

“"Wahai orang-orang yang beriman takutlah kamu kepada Allah, dan carilah jalan (wasilah/perantara)

Tawassul dengan amal sholeh kita

Para ulama sepakat memperbolehkan tawassul terhadap Allah SWT dengan perantaraan perbuatan amal sholeh, sebagaimana orang yang sholat, puasa, membaca al-Qur’an, kemudian mereka bertawassul terhadap amalannya tadi. Seperti hadis yang sangat populer diriwayatkan dalam kitab-kitab sahih yang menceritakan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam goa, yang pertama bertawassul kepada Allah SWT atas amal baiknya terhadap kedua orang tuanya, yang kedua bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang selalu menjahui perbuatan tercela walaupun ada kesempatan untuk melakukannya dan yang ketiga bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang mampu menjaga amanat terhadap harta orang lain dan mengembalikannya dengan utuh, maka Allah SWT memberikan jalan keluar bagi mereka bertiga..

Tawassul pada Rasulullah

Sewaktu masih hidup dan setelah wafat, tawassul pada Rasulullah itu disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, misalnya, firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 64:

artinya: Walaupun sesungguhnya mereka telah berbuat dhalim terhadap diri mereka, kemudian mereka datang kepadamu (Muhammad), mereka meminta ampun kepada Allah dan Rasul memintakan ampun untuk mereka, pasti mereka menjumpai Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

Dalam ayat tersebut, dijelaskan bahwa Allah SWT mengampuni dosa-dosa orang yang dhalim, disamping do’a mereka tetapi ada juga wasilah (do’anya) Rasulullah SAW

Soal tawassul seperti itu, disebutkan pula dalam tafsir Ibnu Katsir juz I
“Berkata Al-Imam Al-Hafidz As-Syekh Imaduddin Ibnu Katsir, menyebutkan segolongan ulama’ di antaranya As-Syekh Abu Manshur As-Shibagh dalam kitabnya As-Syaamil dari Al-Ataby; berkata: saya duduk di kuburan Nabi SAW maka datanglah seorang Badui dan ia berkata: Assalamu’alaika ya Rasulullah! Saya telah mendengar Allah berfirman; Walaupun sesungguhnya mereka telah berbuat dhalim terhadap diri mereka kemudian datang kepadamu dan mereka meminta ampun kepada Allah, dan Rasul memintakan ampun untuk mereka, mereka pasti mendapatkan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang; dan saya telah datang kepadamu (kekuburan Rssulullah) dengan meminta ampun akan dosaku dan memohon syafa’at dengan wasilahmu (Nabi) kepada Allah, kemudian ia membaca syair memuji Rasulullah, kemudian orang Badui tadi pergi, maka saya ketiduran dan melihat Rasulullah dalam tidur saya, beliau bersabda: Wahai Ataby temuilah orang Badui tadi sampaikan kabar gembira bahwa Allah telah mengampuni dosanya.
Dalam riwayat di atas dipaparkan bahwa Ataby diampuni dosanya dengan tawassul kepada Nabi yang telah wafat

Telah sabit tawassul sahabat dengan Junjungan Nabi s.a.w. selepas baginda wafat. Antaranya, apa yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shohih: "Sesungguhnya manusia menghadapi kemarau pada zaman pemerintahan Sayyidina 'Umar r.a., lalu Sayyidina Bilal bin al-Haarits r.a. mendatangi (menziarahi) makam Junjungan Nabi s.a.w. seraya berkata: "Ya RasulAllah, mohonlah hujan bagi umatmu kerana mereka menuju kebinasaan (yakni akibat kemarau tersebut)." Setelah itu, Sayyidina Bilal bin al-Haarits telah bermimpi didatangi Junjungan Nabi s.a.w. dan baginda bersabda kepadanya: "Pergilah kepada 'Umar bin al-Khaththab, sampaikan salamku dan maklumkanlah bahawa mereka akan mendapat hujan." Sayyidina Bilal bin al-Harits pun pergi berjumpa dengan Sayyidina 'Umar dan menyampaikan salam dan pesanan Junjungan Nabi s.a.w. tersebut, lalu menangislah Sayyidina 'Umar r.a. dan mereka pun mendapat hujan."
perbuatan Sayyidina Bilal tersebut yang merupakan seorang sahabat dan pada sikap Sayyidina 'Umar serta lain-lain sahabat yang tidak mengingkari perbuatan tersebut (yakni jikalah perbuatan Sayyidina Bilal untuk beristighatsah kepada Junjungan Nabi s.a.w. itu satu kesalahan, maka pasti Sayyidina 'Umar dan para sahabat yang lain akan mengingkarinya). Dan antara dalil lain adalah apa yang dikeluarkan oleh ad-Darimi: " Penduduk Kota Madinah telah menghadapi kemarau teruk, lalu mereka mengadu kepada Sayyidatina 'Aisyah r.'anha. Ummul Mu'minin Sayyidatina 'Aisyah berkata kepada mereka: (Pergilah) lihat kubur Nabi s.a.w. dan buatkanlah satu lubang atasnya yang tembus ke langit sehingga tidak ada atap (naungan) di antara kubur tersebut dengan langit. Maka mereka pun melakukannya, lalu turunlah hujan lebat sehingga tumbuh - tumbuhan hidup dengan subur dan unta-unta menjadi gemuk sehingga kulitnya seakan-akan pecah kerana lemak, maka dinamakan tahun tersebut "aamul fatqah" (tahun pecah-pecah (yakni melambangkan kesuburan kerana kulit unta-unta tersebut seolah-olah pecah-pecah kerana terlalu gemuk)."
Tawassul dengan orang shalih
Dalam kitab Sahhihul Bukhari jilid I, bahwa Sayyidina Umar Ibnul Khattab bertawassul dengan Rasulullah dan Sahabat Abbas ketika musim paceklik, sebagaimana disebutkan berikut ini:

“Dari sahabat Anas; bahwasannya Umar Ibnul Khattab r.a. apabila dalam keadaan paceklik (kekeringan) ia memohon hujan dengan wasilah Sahabat Abbas Ibn Abdil Muthalib, maka berdo’a sayyidina Umar : Yaa Allah sesungguhnya kami bertawassul kepada Engkau dengan wasilah paman Nabi kami (Sahabat Abbas) maka berilah kami hujan, berkata Sayyidina Umar kemudian diturunkan hujan”. (HR Bukhari)

Bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah seperti para nabi, rasul dan shalihin, bukan berarti meminta kepada mereka, tetapi memohon agar mereka ikut memohon kepada Allah agar permohonan do’a diterima Allah SWT. Sebab, seluruhnya juga adalah haq Allah.
Share this article :

Posting Komentar

 
TEMPLATE ASWAJA| SALING BERBAGI - All Rights Reserved
Supported : MADINATULIMAN.COM | Creating Website | Johny dan Mas Themes